Lama nggak ngepot. Tiba-tiba aku teringat sesuatu dan aku ngga tau tiba-tiba ingin buat cerita kayak gini,
BERGALON-GALON AIR
Sudah dua
bulan aku mengikuti ‘ngaji’ di salah satu rumah ustad dekat rumahku. Tapi,
akhir-akhir ini pak ustad kami sedang sakit parah, dan tidak bisa mengajar
lagi. Hari kemarin saja, jadwal mengaji dipimpin istrinya pak ustad.
“Bil, kamu
bawa makanan ga? Aku lapar banget nih!” Aku menatap Bila dengan tatapan
memelas.
Bila
mengeluarkan sebungkus kacang kulit dan membukanya, “Nih teh, aku mah gamau
da..” Ia tersenyum dan menyodorkan bungkusan itu kepadaku. Akhirnya, cemilan!
--
“Assalamualaikum..”
Sesosok anak laki-laki masuk ke dalam rumah, ia langsung disambut hangat oleh
para teman-teman.
Namanya
Fahrul, dulu aku tidak begitu mengenalnya. Maklum, dulu aku baru pindah tempat
mengaji. Maka dari itu aku belum bisa beradaptasi dengan kondisi yang baru. Ia
merupakan tetanggaku, tapi aku tak pernah mengenalnya. Namun lama-kelamaan aku
mulai mengenalnya, panggilannya Au, entah mengapa teman-temanku memanggilnya
seperti itu, tetapi pada akhirnya aku memanggilnya dengan sebutan Au, pada
akhirnya.
--
Jam mengaji
dimulai pada waktu maghrib. Aku dan Bila bersama-sama pergi ke rumah ustad,
rumah sudah mulai penuh. Sepuluh anak yang diantaranya, 3 anak besar, dan
sisanya anak kecil (termasuk diriku) duduk berhimpitan di ruangan 3x5 m.
Terpaksalah
aku duduk di bagian ujung lingkaran, yang menjadi pertemuan antara setengah
lingkaran anak laki-laki dan anak perempuan.
“Ya
anak-anak sekarang buka surat Al-Maidah ayat 6!” Teman-temanku langsung membuka
Al-Qurannya dengan terburu-buru.
“Bismillahirahmanirrahim..”
“Assalamualaikum,
maaf pak telat.. Hehehe..” Au masuk sambil cengengesan, pak ustad segera
menyuruhnya duduk di sebelahku.
Suara
lantunan Al-Quran berbunyi sangat merdu, ketika waktu membaca bersama berhenti,
saatnya membaca sendiri-sendiri.
Pada saat
itu Neng Fira sedang disuruh membaca, Kak Edo tersenyum kepadaku, “Cie, Au
duduk sebelahan sama Ani, cie!”
Aku langsung
melirik ke arah Au, tatapanku kosong, lalu berpindah lagi ke Kak Edo lagi.
“Itu lihat
deh, Cuma beda sejengkal!” A Erwin (Kakaknya Kak Edo) ikut-ikutan moyokin aku.
Tanpa sadar aku mengangkat tanganku (jempol dan kelingking diberdirikan sedangkan
tiga jari lainnya terlipat) dan mengukurkan jengkalku dengan jarak kakiku
dengan kaki Au. Astaga ini bodoh sekali!
Kejadian tak
berakhir sampai disana, seusai mengaji, teman-temanku ikut-ikutan moyokin aku
dengan Au. Aduh siapa sih si Au ini?!
Kenal aja nggak -__-
--
Hari
selanjutnya, dan selanjutnya, dan berhari-hari kemudian, keadaan ‘poyok memoyok’
(sampai bonyok :P) tetap berlangsung. Lama-lama aku jadi bising sendiri, maka
dari itu aku sering sekali lapor kepada ibuku, “Bu, tadi pas ngaji masa aku di
jodoh-jodohin sama si Au!”
Saking
seringnya aku protes, akhirnya jam ngajiku dan Bila, juga diganti. Pada
akhirnya aku dan Bila ngaji di sore hari, sebelum maghrib. Dan semenjak itu,
gosipku reda.
--
“Mau beli
apa?” Tanya A Erwin.
“Beli pensil
2B satu, penghapus, sama selotip.”
“Ntar dulu
ya.. DO! Ni cepet ladangan (layanin)!” A Erwin memanggil adiknya.
Kak Edo
muncul, “Eh Ani, mau beli apa?”
Aku
mengucapkan kembali nama barang yang ingin aku beli.
“Nih,
6000-eun. Ani, ngga ke rumah Au?” Kak Edo menatapku sembari tersenyum kecil.
Astagah, aku
segera berbalik setelah memberikan uang. Mengapa
jadi seperti ini?!
--
Waktu
belajarku semakin bertambah seiring dengan kenaikan kelasku ke kelas enam. Pada
akhirnya, aku memutuskan untuk berhenti mengaji, dan memilih untuk mengaji di
rumah. Bila-pun pada akhirnya mengikuti jejakku, dasar sahabat!
Semenjak itu
pula, tugas membeli air minum refill dibebankan kepadaku. Pada awalnya aku
hanya mengantar bapakku untuk membeli air minum refill di tetanggaku, tapi lama-kelamaan
jadi aku yang disuruh.
Pahitnya
lagi, aku harus bertemu dengan dia, lagi. Fahrul, alias Au.
“Mau beli
air? Diantar atau nanti diambil?” Tanyanya ringan sambil menebar senyum.
“Nanti
diambil, berapa? 3000? Ini.” Aku memberikan uang kepadanya, tanpa ekspresi. Ia
memasukkan gallon air dan pergi ke dalam rumah, beberapa saat kemudian ia
membawa kertas dan memberikannya kepadaku. “Nanti diambil ya.”
Aku
mengangguk dan pulang.
--
Hari
selanjutnya aku disuruh lagi untuk membeli air, LAGI?! Aku menjerit dalam hati.
Aku memencet
tombol bel rumah yang tinggi sekali dari jangkauanku (aku pendek). Kulirik
jendela, dan yang datang bukan Au, Ibunya, Bu Toto. Syukurlah!
--
Semakin hari
semakin sering saja aku disuruh membeli air isi ulang. Beratus-ratus kali aku
mengehela napas kesal. KENAPA HARUS KE RUMAH ORANG ITU?!
Kupencet bel
rumah ‘isi ulang galon’, tumben sekali aku tidak melihat kea rah jendela, dua
menit tidak ada yang membukakan pintu. Kupencet bel sekali lagi, “Ya?”
Dheg!
Ya ampun dia lagi?!
--
Hari demi
hari berlalu, aku sering bertemu dengan Au di jalan, di warung, di depan
rumahnya, dan di rumahnya (ketika datang ke rumah ‘isi ulang galon’)
Terkadang,
aku memang sengaja untuk mencalonkan diri untuk membeli air isi ulang, syukur-syukur
kalau bertemu dengan orang itu. Ini sungguh menggelikan.
Hari-hariku
di SD pun nyaris habis, aku mendaftar ke berbagai SMP, dan menyiapkan segala
perlengkapan untuk pendaftaran di SMP Negeri.
Teng tong, Assalamualaikum~
“Eh bu, mau
isi gallon.” Aku tersenyum, mungkin lebih terkesan cengengesan.
“Oh iya,
ngomong-ngomong Ani mau di SMP mana?” Bu Toto mengambil gallon, dan membawaya
kedalam.
“Ah, belum
tahu bu, ini juga masih proses pendaftaran. Daftarnya juga masih di SMP Swasta,
kalo yang negeri sih ngincer, yang favorit bu. Itusih pasti.. Hehehe..”
“Kalo Au mah
maunya di 17 yang deket aja, tapi lihat dulu NEM. Kalo dibawah rata-rata sih,
ya ibu mah pasrah aja..”
Aku
tersenyum, pamit dan pulang.
Ohh, rupanya di 17…
--
Hari-hariku
di SMP pun dimulai. Waktu bermainku ludes sudah! Terbayang kalau hari Sabtu
masih harus masuk, aduh, mati rasanya diriku!
Seperti
kebiasaan pagi hari, aku menemani ibuku pergi ke warung. Kebetulan sekali
bertemu dengan Bu Toto, “Eh Ani, gimana sekarang? SMP mana?”
“SMP Swasta
bu..” Aku cengengesan.
“Ohh, emang
NEM-nya berapa?” Rasanya pertanyaan ini sangatlah merendahkan aku.
“27,2”
Jawabku datar.
“Lho, kok
ngga ke Negeri aja? Bareng Au tuh di 17!” Bu Toto tersenyum lebar.
“Tanggung
bu, udah masuk ke swasta..” Aku tersenyum tipis.
Selamat kawan, rupanya kau telah meraih
mimpimu!
--
Lebaran 2011
Aku pindah
rumah, meninggalkan segala rupa kenangan di rumahku yang lama. Dan meninggalkan
teman-temanku, dan kebiasaanku datang ke rumah ‘isi ulang galon’.
Sepertinya
aku akan merindukan semuanya! Lingkungan, teman-teman, tetangga, kebiasaan dan
dirimu.
--
2013
Hari ini aku
teringat dirimu. Orang yang duduk sejengkal disebelahku, yang senyumnya tak
lepas dari bibirmu. Kisah ini menggelikan, aku tidak menyimpan rasa padamu,
mungkin karena terlalu sering bertemu, aku jadi teringat gallon di rumahmu.
안녕하세요~hi we are twinscraflife! We sell handmade products such as phone cover, ear plug, pouch, bag, bookmarks! All are very unique and are customizable^^ 감사합니다~ please visit us at http://twinscraftlife.blogspot.com/
ReplyDeleteAduh ada Bila ;-; terharu huweee ini keren teh mutii aku suka blognya!!! ^^ semangat buat sma nya!! Update lagi yaaaa!!!
ReplyDeletehahahah.. makasiihh bil! Okee aku akan semangat, tapi SMA nya juga belom tau masuk mana *eh
ReplyDeleteOke bil i'll update this blog soon! :*