Saturday, May 4, 2013

Fiction or Reality?

Lama nggak ngepot. Tiba-tiba aku teringat sesuatu dan aku ngga tau tiba-tiba ingin buat cerita kayak gini,


 BERGALON-GALON AIR


Sudah dua bulan aku mengikuti ‘ngaji’ di salah satu rumah ustad dekat rumahku. Tapi, akhir-akhir ini pak ustad kami sedang sakit parah, dan tidak bisa mengajar lagi. Hari kemarin saja, jadwal mengaji dipimpin istrinya pak ustad.

“Bil, kamu bawa makanan ga? Aku lapar banget nih!” Aku menatap Bila dengan tatapan memelas.
Bila mengeluarkan sebungkus kacang kulit dan membukanya, “Nih teh, aku mah gamau da..” Ia tersenyum dan menyodorkan bungkusan itu kepadaku. Akhirnya, cemilan!
--
“Assalamualaikum..” Sesosok anak laki-laki masuk ke dalam rumah, ia langsung disambut hangat oleh para teman-teman.

Namanya Fahrul, dulu aku tidak begitu mengenalnya. Maklum, dulu aku baru pindah tempat mengaji. Maka dari itu aku belum bisa beradaptasi dengan kondisi yang baru. Ia merupakan tetanggaku, tapi aku tak pernah mengenalnya. Namun lama-kelamaan aku mulai mengenalnya, panggilannya Au, entah mengapa teman-temanku memanggilnya seperti itu, tetapi pada akhirnya aku memanggilnya dengan sebutan Au, pada akhirnya.
--

Jam mengaji dimulai pada waktu maghrib. Aku dan Bila bersama-sama pergi ke rumah ustad, rumah sudah mulai penuh. Sepuluh anak yang diantaranya, 3 anak besar, dan sisanya anak kecil (termasuk diriku) duduk berhimpitan di ruangan 3x5 m.

Terpaksalah aku duduk di bagian ujung lingkaran, yang menjadi pertemuan antara setengah lingkaran anak laki-laki dan anak perempuan.

“Ya anak-anak sekarang buka surat Al-Maidah ayat 6!” Teman-temanku langsung membuka Al-Qurannya dengan terburu-buru.
“Bismillahirahmanirrahim..”

“Assalamualaikum, maaf pak telat.. Hehehe..” Au masuk sambil cengengesan, pak ustad segera menyuruhnya duduk di sebelahku.

Suara lantunan Al-Quran berbunyi sangat merdu, ketika waktu membaca bersama berhenti, saatnya membaca sendiri-sendiri.

Pada saat itu Neng Fira sedang disuruh membaca, Kak Edo tersenyum kepadaku, “Cie, Au duduk sebelahan sama Ani, cie!”


Aku langsung melirik ke arah Au, tatapanku kosong, lalu berpindah lagi ke Kak Edo lagi.

“Itu lihat deh, Cuma beda sejengkal!” A Erwin (Kakaknya Kak Edo) ikut-ikutan moyokin aku. Tanpa sadar aku mengangkat tanganku (jempol dan kelingking diberdirikan sedangkan tiga jari lainnya terlipat) dan mengukurkan jengkalku dengan jarak kakiku dengan kaki Au. Astaga ini bodoh sekali!
Kejadian tak berakhir sampai disana, seusai mengaji, teman-temanku ikut-ikutan moyokin aku dengan Au. Aduh siapa sih si Au ini?! Kenal aja nggak -__-
--
Hari selanjutnya, dan selanjutnya, dan berhari-hari kemudian, keadaan ‘poyok memoyok’ (sampai bonyok :P) tetap berlangsung. Lama-lama aku jadi bising sendiri, maka dari itu aku sering sekali lapor kepada ibuku, “Bu, tadi pas ngaji masa aku di jodoh-jodohin sama si Au!”
Saking seringnya aku protes, akhirnya jam ngajiku dan Bila, juga diganti. Pada akhirnya aku dan Bila ngaji di sore hari, sebelum maghrib. Dan semenjak itu, gosipku reda.
--
“Mau beli apa?” Tanya A Erwin.
“Beli pensil 2B satu, penghapus, sama selotip.”
“Ntar dulu ya.. DO! Ni cepet ladangan (layanin)!” A Erwin memanggil adiknya.
Kak Edo muncul, “Eh Ani, mau beli apa?”
Aku mengucapkan kembali nama barang yang ingin aku beli.
“Nih, 6000-eun. Ani, ngga ke rumah Au?” Kak Edo menatapku sembari tersenyum kecil.
Astagah, aku segera berbalik setelah memberikan uang. Mengapa jadi seperti ini?!
--
Waktu belajarku semakin bertambah seiring dengan kenaikan kelasku ke kelas enam. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk berhenti mengaji, dan memilih untuk mengaji di rumah. Bila-pun pada akhirnya mengikuti jejakku, dasar sahabat!

Semenjak itu pula, tugas membeli air minum refill dibebankan kepadaku. Pada awalnya aku hanya mengantar bapakku untuk membeli air minum refill di tetanggaku, tapi lama-kelamaan jadi aku yang disuruh.

Pahitnya lagi, aku harus bertemu dengan dia, lagi. Fahrul, alias Au.

“Mau beli air? Diantar atau nanti diambil?” Tanyanya ringan sambil menebar senyum.
“Nanti diambil, berapa? 3000? Ini.” Aku memberikan uang kepadanya, tanpa ekspresi. Ia memasukkan gallon air dan pergi ke dalam rumah, beberapa saat kemudian ia membawa kertas dan memberikannya kepadaku. “Nanti diambil ya.”

Aku mengangguk dan pulang.

--
Hari selanjutnya aku disuruh lagi untuk membeli air, LAGI?! Aku menjerit dalam hati.

Aku memencet tombol bel rumah yang tinggi sekali dari jangkauanku (aku pendek). Kulirik jendela, dan yang datang bukan Au, Ibunya, Bu Toto. Syukurlah!

--
Semakin hari semakin sering saja aku disuruh membeli air isi ulang. Beratus-ratus kali aku mengehela napas kesal. KENAPA HARUS KE RUMAH ORANG ITU?!

Kupencet bel rumah ‘isi ulang galon’, tumben sekali aku tidak melihat kea rah jendela, dua menit tidak ada yang membukakan pintu. Kupencet bel sekali lagi, “Ya?”

Dheg!
Ya ampun dia lagi?!

--
Hari demi hari berlalu, aku sering bertemu dengan Au di jalan, di warung, di depan rumahnya, dan di rumahnya (ketika datang ke rumah ‘isi ulang galon’)

Terkadang, aku memang sengaja untuk mencalonkan diri untuk membeli air isi ulang, syukur-syukur kalau bertemu dengan orang itu. Ini sungguh menggelikan.

Hari-hariku di SD pun nyaris habis, aku mendaftar ke berbagai SMP, dan menyiapkan segala perlengkapan untuk pendaftaran di SMP Negeri.

Teng tong, Assalamualaikum~

“Eh bu, mau isi gallon.” Aku tersenyum, mungkin lebih terkesan cengengesan.
“Oh iya, ngomong-ngomong Ani mau di SMP mana?” Bu Toto mengambil gallon, dan membawaya kedalam.
“Ah, belum tahu bu, ini juga masih proses pendaftaran. Daftarnya juga masih di SMP Swasta, kalo yang negeri sih ngincer, yang favorit bu. Itusih pasti.. Hehehe..”
“Kalo Au mah maunya di 17 yang deket aja, tapi lihat dulu NEM. Kalo dibawah rata-rata sih, ya ibu mah pasrah aja..”
Aku tersenyum, pamit dan pulang.
Ohh, rupanya di 17…
--
Hari-hariku di SMP pun dimulai. Waktu bermainku ludes sudah! Terbayang kalau hari Sabtu masih harus masuk, aduh, mati rasanya diriku!

Seperti kebiasaan pagi hari, aku menemani ibuku pergi ke warung. Kebetulan sekali bertemu dengan Bu Toto, “Eh Ani, gimana sekarang? SMP mana?”
“SMP Swasta bu..” Aku cengengesan.
“Ohh, emang NEM-nya berapa?” Rasanya pertanyaan ini sangatlah merendahkan aku.
“27,2” Jawabku datar.
“Lho, kok ngga ke Negeri aja? Bareng Au tuh di 17!” Bu Toto tersenyum lebar.
“Tanggung bu, udah masuk ke swasta..” Aku tersenyum tipis.
Selamat kawan, rupanya kau telah meraih mimpimu!

--
Lebaran 2011

Aku pindah rumah, meninggalkan segala rupa kenangan di rumahku yang lama. Dan meninggalkan teman-temanku, dan kebiasaanku datang ke rumah ‘isi ulang galon’.

Sepertinya aku akan merindukan semuanya! Lingkungan, teman-teman, tetangga, kebiasaan dan dirimu.

--
2013
Hari ini aku teringat dirimu. Orang yang duduk sejengkal disebelahku, yang senyumnya tak lepas dari bibirmu. Kisah ini menggelikan, aku tidak menyimpan rasa padamu, mungkin karena terlalu sering bertemu, aku jadi teringat gallon di rumahmu.

Masihkah rumahmu menjadi rumah ‘isi ulang galon’ ?

3 comments

  1. 안녕하세요~hi we are twinscraflife! We sell handmade products such as phone cover, ear plug, pouch, bag, bookmarks! All are very unique and are customizable^^ 감사합니다~ please visit us at http://twinscraftlife.blogspot.com/

    ReplyDelete
  2. Aduh ada Bila ;-; terharu huweee ini keren teh mutii aku suka blognya!!! ^^ semangat buat sma nya!! Update lagi yaaaa!!!

    ReplyDelete
  3. hahahah.. makasiihh bil! Okee aku akan semangat, tapi SMA nya juga belom tau masuk mana *eh

    Oke bil i'll update this blog soon! :*

    ReplyDelete

If this post inspiring you, don't forget to tell me o k?

© mutiaraini
Maira Gall